Samarinda.inews.id - BERAU - Setiap pagi, sejak pukul tujuh, Wanto, pria asal Rembang, Jawa Tengah, memulai rutinitasnya membersihkan Klenteng Thien Te Kong di Berau. Dengan penuh ketekunan, ia menyapu lantai tegel dingin hingga kembali berkilau, memastikan altar persembahan bebas dari debu, dan menjaga setiap sudut klenteng tetap rapi. Hingga sore menjelang pukul tiga, ia tak henti-hentinya bekerja memastikan kenyamanan para jemaat yang datang untuk beribadah.
Meski beragama Islam, Wanto merasa bangga bisa merawat klenteng, yang baginya adalah tempat yang memiliki nilai sakral. Selama lima tahun ia telah menjalani pekerjaan ini, dan dua tahun terakhir ia resmi diangkat sebagai pekerja tetap dengan gaji bulanan sebesar Rp2 juta. Gaji ini cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan dua anaknya yang masih tinggal di Rembang. Setiap dua hingga tiga bulan sekali, Wanto mengirimkan sebagian besar penghasilannya ke kampung halaman untuk membantu keluarganya.
Wanto, yang kini memasuki usia senja, hidup sendiri di sebuah kontrakan sederhana di Jalan AKB Sanipah I, Berau.
Ia bekerja sendirian di klenteng, ditemani seorang penjaga keamanan yang tinggal di rumah sebelah. Rutinitas ini, meski sederhana, memiliki makna mendalam baginya. Wanto merasa bahagia setiap kali melihat klenteng bersih dan para jemaat dapat beribadah dengan nyaman.
Perjalanan Wanto hingga menjadi petugas kebersihan di klenteng tidaklah mudah. Ia pertama kali merantau ke Kalimantan pada tahun 2004, meninggalkan kampung halamannya di Rembang di usia 50 tahun. Berbekal informasi bahwa upah di Kalimantan cukup tinggi, ia menumpang truk dan kapal dari Surabaya hingga Balikpapan.
Awalnya, Wanto bekerja sebagai pemulung, mengumpulkan besi tua dan sampah rumah tangga. Namun, pekerjaan itu tak selalu mudah karena ia menghadapi bos yang kurang ramah.
Dari Balikpapan, ia memutuskan pindah ke Berau setelah mendengar bahwa tempat tersebut menawarkan peluang kerja yang lebih baik.
Di Berau, Wanto kembali menjadi pemulung. Pekerjaan ini membawanya berkenalan dengan komunitas Tionghoa setempat, yang kemudian membuka jalan baginya untuk bekerja di Klenteng Thien Te Kong. Ia mulai dengan membantu di bagian belakang klenteng, hingga akhirnya mendapat kepercayaan penuh dan diangkat sebagai petugas kebersihan tetap.
Kisah Wanto, Muslim yang Dedikasinya Merawat Klenteng Thien Te Kong di Berau Membuat Haru (Foto : Istimewa)
“Awalnya sulit, Mas, saya harus benar-benar jujur dan membuktikan diri,” kenang Wanto, dikutip dari Berauterkini.co.id
Kejujuran menjadi modal utamanya dalam meraih kepercayaan komunitas Tionghoa di tempat ia bekerja.
Bagi Wanto, pekerjaan ini memiliki makna mendalam. Ia merasa terpanggil untuk menjaga kebersihan tempat ibadah, meskipun berbeda keyakinan.
Prinsip hidup yang ia bawa dari kampung halaman menjadi pedomannya selama merantau: jujur, tidak mencuri, dan selalu menghormati orang lain. Prinsip inilah yang membuatnya diterima dengan baik oleh komunitas di perantauan.
Meski merasa cukup dengan kehidupannya saat ini, Wanto tak bisa memungkiri rasa rindunya pada keluarga.
Di usia senjanya, ia berharap bisa segera pulang ke Rembang dan berkumpul kembali dengan istri serta anak-anaknya. Ia merencanakan untuk kembali dalam satu atau dua tahun mendatang jika semuanya berjalan lancar.
“Insyaallah, saya akan pulang, berkumpul dengan anak istri. Alhamdulillah, saya selalu bersyukur atas rezeki yang diberikan selama ini,” ujarnya dengan penuh haru.
Kisah Wanto adalah cerita tentang ketulusan, kerja keras, dan menghormati perbedaan. Dedikasinya yang tinggi terhadap pekerjaannya di klenteng menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk saling membantu dan hidup berdampingan dengan harmoni.
Editor : Maskaryadiansyah