Kopi luwak dari Desa Perangat Baru dijual dengan harga yang sangat menggiurkan, yaitu Rp5 juta per kilogram. Harga yang tinggi ini sebanding dengan kualitas dan rasa unik yang ditawarkan. Bahkan, kopi khas desa ini telah menarik perhatian hotel-hotel ternama, seperti Mercure dan Ibis, yang turut memasarkan kopi tersebut di kalangan tamu mereka.
Namun, meskipun permintaan terus meningkat, keterbatasan produksi menjadi tantangan besar bagi para petani.
"Di Pantai Pandawa, kopi ini dijual sampai Rp500 ribu per sloki. Kami sudah menjalin MOU dengan beberapa mitra untuk pemasaran kopi, tapi produksi yang terbatas membuat kami harus selektif dalam memenuhi pesanan,” tambah Fitrianti. Untungnya, para petani tidak berjuang sendirian. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) telah memberikan berbagai bantuan untuk mendukung produksi kopi luwak.
Mulai dari pembangunan rumah produksi, lantai jemur, hingga sarana pertanian seperti pupuk dan herbisida. Bantuan ini menjadi angin segar yang membantu petani untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kopi mereka. Desa Perangat Baru optimis bisa menjadi sentra kopi luwak terbesar di Indonesia. Dengan potensi alam yang luar biasa dan semangat kolaborasi antara petani dan pemerintah, mereka siap bersaing di pasar global.
“Kami ingin mengangkat kesejahteraan masyarakat setempat melalui industri kopi berkelanjutan,” ujar Fitrianti, dengan tekad yang kuat.
Kopi luwak Liberika dari Desa Perangat Baru kini bukan hanya simbol dari hasil alam yang berkualitas, tetapi juga cermin dari perjuangan para petani yang berani bermimpi besar. Dalam setiap cangkir kopi yang disajikan, ada kisah tentang kerja keras, harapan, dan keinginan untuk mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Desa ini membuktikan bahwa dengan semangat yang tak kenal lelah, sebuah desa kecil dapat mengukir jejak besar di dunia industri kopi.
Editor : Maskaryadiansyah
Artikel Terkait